Selasa, 08 November 2016

PENAWARAN KHUSUS LES PRIVAT INTENSIF UN KELAS 12

                                      

IPA : Matematika
Durasi : 90 menit
1 orang = 40.000
2 orang = 60.000 
3 orang = 84.000 
IPS : Matematika&Ekonomi
Durasi : 90 menit
1 orang = 40.000
2 orang = 60.000 
3 orang = 84.000 

SBMPTN PREPARATION
Durasi : 90 menit (ekonomi & tes potensi akademik)
1 orang : 50.000 
2 orang : 80.000 
3 orang : 90.000
Tempat : bebas, tentor menyesuaikan murid (sleman-kota yogyakarta-bantul)

Metode pembelajaran : Per meet akan disediakan beberapa paket soal yang dikerjaan per nomer dalam beberapa paket sekaligus (no 1 paket a b c d dst) tujuannya untuk mengetahui tipe soal yang kemungkinan akan keluar di un. Setelah mengetahui type soal maka selanjutnya akan diarahkan untuk memantabkan materi. Setelah itu baru latian soal per paket no 1-40 langsung bukan per nomer. Akan di lihat dan di evaluasi kemajuannya. Tips tips memilih jurusan dan universitas, mengerjakan soal sbmptn, cara belajar yang baik, dll. 

Profile pengajar :
Nama : Putri Nurul K
Ttl : sleman, 24 januari 1998
Smp 3 sleman 2013 -> sma n 2 yogyakarta (ipa) 2016 -> under graduate student of economis and business gadjah mada university (major in economics) 2016-now
Mendapat predikat juara kelas selama 5 semester dr 6 semester di smp n 3 sleman. Satu satu nya perwakilan smada yang lolos olimpiade sains provinsi bidang ekonomi (otodidak belajar ekonomi karena program ipa di smada diwajibkan ke geografi) menjuarai beberapa olimpiade ekonomi yang diselenggarakan universitas di yogyakarta. Salah satu nya adalah big five lcc ekonomi tingkat pulau jawa di uny tahun 2015. Belajar intensif sbm dalam kurun waktu +/- 17 hari dan alhamdulillah lolos sbmptn di feb ugm. Keahlihan lain adalah make up. Pernah menjadi koor make up teater kertas smada dan menjadi make up artist talent utama pentas "Kabayan di Negeri Romeo" di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta bulan mei 2015. 

Founder Valoraz ( ig : valoraz_id blog : www.valoraz.blogspot.com)
Tertarik? Silakan tanya sepuasnya di line : putrinrlk2 atau WA: 0899 46323 42 




PENAWARAN KHUSUS LES PRIVAT INTENSIF UN KELAS 9

Mata Pelajaran : Ipa, matematika, bahasa indonesia mixxx
Bisa ipa/mtk/indo aja atau mau ipa sama mtk aja atau mau tiga-tiganya? Bolehhhh... 
Durasi les 90 menit
Tempat bebas, tentor menyesuaikan murid.

2 orang : 60.000 -> free permen
3 orang : 75.000 -> free susu + permen
4 orang : 90.000 -> free snack + permen

Metode pembelajaran : Per meet akan disediakan beberapa paket soal yang dikerjaan per nomer dalam beberapa paket sekaligus (no 1 paket a b c d dst) tujuannya untuk mengetahui tipe soal yang kemungkinan akan keluar di un. Setelah mengetahui type soal maka selanjutnya akan diarahkan untuk memantabkan materi. Setelah itu baru latian soal per paket no 1-40 langsung bukan per nomer. Akan di lihat dan di evaluasi kemajuannya. Ada bonus tips tips memilih jurusan dan sekolah, strategi pemilihan sma di kota, cara belajar yang baik, dll. 


Profile pengajar :

Nama : Putri Nurul K
Ttl : sleman, 24 januari 1998
Smp 3 sleman 2013 -> sma n 2 yogyakarta (ipa) 2016 -> under graduate student of economis and business gadjah mada university (major in economics) 2016-now
Mendapat predikat juara kelas selama 5 semester dr 6 semester di smp n 3 sleman. Satu satu nya perwakilan smada yang lolos olimpiade sains provinsi bidang ekonomi (otodidak belajar ekonomi karena program ipa di smada diwajibkan ke geografi) menjuarai beberapa olimpiade ekonomi yang diselenggarakan universitas di yogyakarta. Salah satu nya adalah big five lcc ekonomi tingkat pulau jawa di uny tahun 2015. Belajar intensif sbm dalam kurun waktu +/- 17 hari dan alhamdulillah lolos sbmptn di feb ugm. Keahlihan lain adalah make up. Pernah menjadi koor make up teater kertas smada dan menjadi make up artist talent utama pentas "Kabayan di Negeri Romeo" di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta bulan mei 2015.

Founder Valoraz ( ig : valoraz_id blog : www.valoraz.blogspot.com)
Tertarik? Silakan tanya sepuasnya di line : putrinrlk2 kepo kepo boleh ig: putrinrlk // valoraz_id 
Yuuuk hanya tersedia satu sloooottt. Buruan daftar dan ajak temantemann
Terimakasih ;))))))

Minggu, 18 September 2016

Makalah Kepedulian Sosial Implementasi Perda DIY tentang Pengemis dan Gelandangan

IMPLEMENTASI PERDA DIY NO. 1 TAHUN 2014  TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

Disusun oleh:
Putri Nurul Khasanah
16/397133/EK/21089

UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

ABSTRAK


            Penelitian berjudul “Implementasi Perda DIY No.1 tahun 2014 tentang Penanganan Pengemis dan Gelandangan” adalah proses penelusuran pelaksanaan Perda tentang penanganan pengemis dan gelandangan di lapangan.        
Latar belakang Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2014 adalah Pengemis dan gelandangan dikhawatirkan akan merusak citra DIY di mata wisatawan, sehingga pemerintah DIY memutuskan untuk membentuk Perda ini agar DIY dapat menjadi kota yang nyaman, tertib, dan bersih.
Latar belakang penelitian ini adalah meninjau upaya pemerintah dalam menindaklanjuti perda tersebut, mengetahui realita di lapangan, dan komentar masyarakat mengenai perda tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas Perda DIY No. 1 tahun 2014 terhadap pengurangan laju pertambahan pengemis dan gelandangan.
Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai realita di lapangan mengenai tindak lanjut Perda no. 1 tahun 2014 tentang gelandangan dan pengemis.
Lokasi penelitian ini dilakukan di sepanjang jalan dan kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah kualitatif, jenis penelitian ini bersifat deskriptif, pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi.
Hasil penelitian ini adalah ternyata implementasi Perda DIY No. 1 tahun 2014 tentang Penanganan Pengemis dan Gelandangan belum berjalan secara efektif. Masih ditemukan banyak masalah yang harus ditangani oleh pemerintah.



DAFTAR ISI

Abstrak ………………………………………………………………………          1
Daftar Isi …………………………………………………………………….           2
Pendahuluan …………………………………………………………………          3
A.    Latar Belakang …………………………………………………..           3
B.     Rumusan Masalah ……………………………………………….           4
C.     Tujuan Penelitian ……………………………………..................           4
D.    Manfaat Penelitian ……………………………………………….          4
Isi …………………………………………………………………………….          5
A.    Kajian Pustaka ………………………………………..................           5
B.     Pembahasan ……………………………………………………..           6
Penutup …………………………………………………………….………..           10
A.    Simpulan ……………………………………………….………..           10
B.     Saran ……………………………………………………………..          10
Daftar Pustaka ……………………………………………………….………..        11






PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Banyak Negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, mengalami permasalahan umum di wilayahnya tentang penanganan gelandangan dan pengemis. Berdasarkan survey proyeksi Misery Index 2015, Bloomberg menempatkan Indonesia berada dalam kategori 15 negara yang diproyeksi akan menjadi negara paling sengsara di dunia dalam hal perekonomiannya(Tribun, 2015). Pada tahun 2014 Misery Index Indonesia berada pada angka 20,35 dan berada di urutan 4, sedangkan di tahun 2015 Indonesia diproyeksikan memiliki skor kesengsaraan pada angka 12,3 poin berada di peringkat 15. Tingkat kemiskinan yang semakin tinggi inilah yang membuat semakin banyaknya gelandangan, pengemis, dan fakir miskin di Indonesia.
Berdasarkan pasal 34 ayat 1 dan 2 UUD 1945 dan UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis pada bagian pertimbangan menyatakan bahwa, gelandangan dan pengemis tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 karena itu perlu diadakan usaha-usaha penanggulangan dan pencegahan timbulnya gelandangan dan pengemis, bertujuan pula untuk memberikan rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mampu mencapai taraf hidup kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai Warga Negara Republik Indonesia.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah pengemis dan gelandangan, salah satunya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memberlakukan Perda No. 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang memuat sanksi cukup berat, yakni bagi warga yang diketahui masih memberikan uang receh bagi pengemis dan gelandangan di jalan bisa terkena pidana kurungan atau denda(DPRD DIY, 2011).
"Perda itu masih menimbulkan pro-kontra di lapangan, terutama terkait persoalan HAM (hak asasi manusia)," ujar Kepala Bidang Rehabilitasi Penyandang Masalah Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat, Kamis, 4 Juni 2015(Wicaksono, 2015).
Berdasarkan peraturan tersebut, penulis ingin mengetahui pelaksanaan Perda di lapangan, tindak lanjut peraturan tersebut, dan efektivitas Perda DIY No. 1 tahun 2014 terhadap pengurangan laju pertambahan pengemis dan gelandangan.
B.   Rumusan masalah
1.      Pelaksanaan dan tindak lanjut Perda DIY No. 1 tahun 2014
2.      Efektifitas Perda DIY No. 1 tahun 2014 terhadap pengurangan laju pertambahan pengemis dan gelandangan
C.   Tujuan
1.      Mengetahui pelaksanaan dan tindak lanjut Perda DIY No. 1 tahun 2014
2.      Mengetahui efektifitas Perda DIY No. 1 tahun 2014 terhadap pengurangan laju pertambahan pengemis dan gelandangan
D.   Manfaat penelitian
1.      Melatih keterampilan dan kecakapan peneliti dalam mengumpulkan informasi dan memecahkan masalah.
2.      Memberikan informasi tentang pelaksanaan dan tindak lanjut Perda DIY No. 1 tahun 201





ISI
A.   Kajian pustaka dan teori
1.      Definisi Pengemis dan Gelandangan
Kata gelandangan dan pengemis sering disingkat dengan “gepeng”. Masyarakat Indonesia secara umum sudah sangat akrab dengan akronim/singkatan “gepeng” (gelandangan dan pengemis). Kosakata lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan keberadaan gelandangan dan pengemis tersebut di masyarakat Indonesia adalah tunawisma (Maghfur Ahmad, 2010). Apabila kita lihat dan bandingkan dengan fenomena gelandangan dan pengemis yang terjadi di luar negeri seperti Amerika Serikat, maka istilah yang populer digunakan di Amerika Serikat untuk menyebutkan gelandangan dan pengemis adalah homeless (Engkus Suwarno, 2008)
Menurut Parsudi Suparlan, gelandangan berasal dari kata gelandang dan mendapat akhiran “an”, yang berarti selalu bergerak, tidak tetap dan berpindah- pindah. Beliau juga mengemukakan pendapatnya tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat gelandangan adalah sejumlah orang yang bersama-sama mempunyai tempat tinggal yang relatif tidak tetap dan mata pencaharian yang relatif tidak tetap serta dianggap rendah dan hina oleh orang-orang diluar masyarakat kecil itu yang merupakan suatu masyarakat yang lebih luas.
Definisi pengemis menurut UU Peraturan Pemerintah tentang Penangulangan  Gelandangan dan Pengemis Pasal 1 adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain (Universitas Udayana, 2011)
2.      Faktor Penyebab
1.      Kondisi ekonomi yang kurang
2.      Tingkat pendidikan yang rendah
3.      Kurangnya keterampilan
4.      Rendahnya rasa percaya diri
5.      Kondisi sosial budaya
3.      Latar belakang pemberlakuan Perda Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014
Latar belakang pemberlakuan Perda Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 karena dengan memberi uang receh pada pengemis menandakan telah berkontribusi dalam memupuk kebiasaan pengemis yang malas bekerja. Kasus pengemis memang beragam. Ada yang menjadikan itu sebagai profesi sehingga mereka mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Ada yang malas bekerja, tidur ketika ingin tidur, dan mengemis ketika tidak ada uang untuk membeli makanan dan marah-marah apabila diberi uang recehan dibawah nominal Rp 500,00.
4.      Tujuan pemberlakuan
Dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 3, penanganan gelandangan dan pengemis bertujuan untuk :
a.       Mencegah terjadinya pergelandangan dan pengemisan
b.      Memberdayakan gelandangan dan pengemis
c.       Mengembalikan gelandangan dan pengemis dalam kehidupan bermartabat, dan
d.      Menciptakan ketertiban umum

B.   Pembahasan
Gelandangan dan pengemis merupakan kelompok satuan masyarakat yang terpinggirkan dari kehidupan bermasyarakat. Biasanya mereka menghuni daerah-daerah kumuh dengan lahan yang minim dan kebanyakan dari lahan tersebut berstatus milik Negara sehingga illegal untuk dihuni. Karena gaya hidup yang dianggap kotor oleh sebagian masyarakat, mereka kerap mendapat berbagai stigma. Stigma ini cenderung memberi kesan atau citra yang negatif.
Gelandangan dan pengemis dianggap mengganggu kenyamanan, ketentraman, dan penampilan masyarakat khususnya di daerah perkotaan. Berbagai stigma ini membuat para gelandangan dan pengemis harus berjuang menghadapi kesulitan sosial, ekonomi, psikologis dan budaya. Akan tetapi, bukan berarti para gelandangan dan pengemis tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki hidup. Namun, memang realita di lapangan masih terdapat banyak gelandangan dan pengemis yang bertebaran di sudut-sudut keramaian kota. Bahkan terdapat oknum yang berpura-pura menjadi pengemis dan meresahkan masyarakat serta wisatawan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
            Untuk mengatasi hal di atas, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membentuk Perda DIY No. 1 tahun  2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Perda ini masih menjadi pembicaraan kontroversional di masyarakat. Pemerintah D.I.Yogyakarta baru-baru ini mulai gencar melakukan razia gepeng menyusul diberlakukannya Perda No. 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Sampai saat ini, keberadaan Perda tersebut dirasa belum efektif (Kompas, 2015).
            Jika kita menilik pasal-pasal dalam Perda DIY No.1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, terutama pada pasal 1 yang menyebutkan bahwa pemerintah menggunakan upaya koersif dalam  melindungi dan memberdayakan pengemis. Penulis merasa upaya ini kurang tepat dan berlainan dengan yang disebutkan dalam pasal 2 yang menyebutkan upaya penanganan gelandangan dan pengemis dilakukan dengan asas non-kekerasan. Padahal koersif sendiri berarti paksaan. Paksaan sendiri sering identik dengan bentak-membentak dan tidak sedikit pula yang berujung kekerasan.
            Selain upaya yang dianggap kurang tepat, penulis juga mempermasalahkan pasal 22 yang berbunyi “Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis di tempat umum.”
Pasal ini membuat ssaya menjadi multi-taskingApakah berarti beberapa organisasi atau badan masyarakat yang bergerak di bidang kepedulian sosial yang sering memberikan bantuan tidak diperbolehkan melakukan aktivitasnya? Padahal menjamin kesejahteraan masyarakat adala tanggungjawab bersama. Maka, siapakah yang hendak membantu para pengemis dan gelandangan ini yang notabene termasuk masyarakat Negara Republik Indonesia? Walaupun memang sebagian besar dari mereka tidak memiliki pencatatan sipil yang jelas dan resmi. Jika demikian maka seharusnya Pemerintah DIY harus menyediakan solusi atas permasalahan tersebut.
Salah satu yang menjadi perhatian penting adalah jangan-jangan peraturan tersebut malah menimbulkan berbagai permasalahan karena upaya penanganan masalah yang tidak terselenggara dengan baik, menganggu upaya penyejahteraan masyarakat kurang mampu, dan merusak citra DIY sebagai provinsi yang ramah serta Indoensia sebagai Negara yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kemudian, di dalam skema Perda Penanganan Gelandangan dan Pengemis, pemerintah akan melakukan penjangkauan, merespon laporan dari masyarakat atau langsung melakukan penertiban secara langsung (razia). Setelah itu gelandangan dan pengemis akan dibawa ke camp assessment untuk dilakukan observasi(Kapstra Fisipol UGM, 2015).
Bila dilihat secara sekilas, mungkin skema tersebut terlihat baik untuk menangani penertiban pengemis dan gelandangan. Namun, bagaimanakah realita yang ada di lapangan? Kita perlu memperhatikan kondisi dan situasi di lapangan. Apakah implementasi perda tersebut berjalan dengan semestinya.
            Berdasarkan info dari Satpol PP Yogyakarta, hingga Agustus tahun 2014 sudah ada 2000 gelandangan dan pengemis terjaring. Lalu hendak diapakan mereka? Apakah panti-panti sosial sudah siap menerima mereka? Apakah koordinasi antar instansi juga sudah siap? Apakah keuangandaerah sudah siap untuk menyantuni mereka/mengembalikan ke tempat asal? Apakah lapangan pekerjaan sudah disiapkan? Apakah Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan di Yogyakarta sanggup menampung mereka? Rupanya mekanisme tersebut diatas belum disebutkan secara rigit dalam Perda ini(Kapstra Fisipol UGM, 2015).
            Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau ulang Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis serta memperhatikan bagaimana pengawasan dan tindak lanjut dari perda tersebut. Selain itu, perlu peran serta masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan perda serta mendukung dan mematuhi peraturan yang berlaku nantinya.
.
           



PENUTUP
A.   Simpulan
Perda DIY No. 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis ternyata masih belum efektif. Masih banyak permasalahan-permasalahan di lapangan yang tidak sesuai dengan pasal-pasal yang tertera dalam perda tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkaji ulang mengenai implementasi berlakunya perda tersebut.
B.   Saran
Penulis menyarankan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menerapkan upaya pendekatan yang bersifat preventif untuk menertibkan gelandangan dan pengemis. Selain itu, pemprov perlu mengoptimalkan  penyelenggaraan rehabilitasi dan mengkaji ulang peraturan daerah agar lebih jelas implementasinya. Kemudian, peran serta masyarakat diperlukan untuk mengawasi pelaksanaan perda serta mendukung dan mematuhi peraturan yang berlaku nantinyaMasyarakat tentunya berharap provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta  menjadi daerah yang nyaman dan bersih untuk menjadi tempat tinggal dan destinasi wisata yang menyenangkan.







DAFTAR PUSTAKA

DPRD DIY, 2011. TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANG DAN PENGEMIS, D. I. Yogyakarta: DPRD DIY.
Kapstra Fisipol UGM, 2015. PERDA PENANGANAN GEPENG NOMOR 1 TAHUN 2014 : BERBENAH SETENGAH HATI ?. [Online]
Available at: http://kapstra.fisipol.ugm.ac.id/perda-penanganan-gepeng-nomor-1-tahun-2014-berbenah-setengah-hati/
[Accessed 4 7 2015].
Kompas, 2015. Jangan Beri Uang pada Pengemis. [Online]
Available at: http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-beri-uang-pada-pengemis_550e11b8a33311b02dba7f42
[Accessed 4 7 2016].
Kompas, 2015. Perda DIY No1 Tahun 2014 : Kriminalisasi para “Dermawan Jalanan”?. [Online]
Available at: http://www.kompasiana.com/triadmoko13/perda-diy-no1-tahun-2014-kriminalisasi-para-dermawan-jalanan_555463e06523bd9b144aef6f
[Accessed 7 juli 2016].
Tribun, 2015. Indonesia Masuk dalam 15 Negara Paling Sengsara di Dunia. [Online]
Available at: http://jogja.tribunnews.com/2015/03/04/2015-indonesia-masuk-dalam-15-negara-paling-sengsara-di-dunia
[Accessed 4 7 2016].
Universitas Udayana, 2011. TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGGULANGAN. [Online]
Available at: https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1290561035-3-BAB%20II.pdf
[Accessed 3 july 2016].
Wicaksono, P., 2015. Ditentang, Perda Larangan Beri Uang Pengemis Ditunda. [Online]
Available at: https://m.tempo.co/read/news/2015/06/05/058672337/ditentang-perda-larangan-beri-uang-pengemis-ditunda
[Accessed 4 7 2016].



Perbandingan Dagadu Jogja dengan Joger Bali

Perbandingan Dagadu Jogja dengan Joger Bali


Dagadu
Joger
Pusat
Yogyakarta
Bali
Tahun berdiri
1994
1981
Pendiri
PT. Aseli Dagadu
Mr Joger atau Joseph Theodorus Wulianadi
Strenghs
·        Merk yang sudah dikenal masyarakat luas dan sudah memiliki hak paten
·        Memiliki web resmi sendiri yaitu www.dagadu.co.id
·        Harga terjangkau
·        Toko dilengkapi cctv
·        Memiliki 3 outlet resmi
·        Kreativitas yang terus dikembangkan
·        Merk/trademark yang sudah mendunia
·        Lokasi strategis
·        Harga sesuai kantong pelajar
·        Toko dilengkapi cctv
·        Design unik
Weaknesses
·        Banyak beredar produk palsu dan imitasi
·        Promosi kurang gencar
·        Area toko dan lahan parkir yang kurang luas
·        Penjaminan kenyamanan pembeli yang belum prima
Opportunities
·        Banyak wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta
·        Jumlah pelajar dari penjuru Indonesia yang cukup banyak dan tertarik dengan Dagadu
·        Sudah ada anggapan dalam masyakat bahwa belum lengkap rasanya ke Bali kalau belum ke Joger
·        Permintaan pasar yang luar biasa
Threats
·        Persaingan dengan pusat oleh-oleh lain karena Dagadu memiliki banyak substitusi, seperti batik, makana khas, dan sebagainya.
·        Produk-produk imitasi yang sudah beredar luas di Bali
·        Preman-preman di sekitar toko yang mengganggu kenyamanan pengunjung toko
Jam operasional
10.00-21.00 WIB
10.00 – 18.00 WITA
Produk yang ditawarkan
Pin, mug, dompet, kaos, topi, sticker, gantungan kunci, dan souvenir lainnya.
Kaos, guci, pernak-pernik, selendang, gantungan kunci, tas, sepatu, jaket, sandal, dan souvenir lainnya
Keunikan
·        Menyediakan katalog bulanan
·        Da-Ga-Du berarti Ma-Ta-Mu, sehingga logo dari Dagadu adalah mata yang diharapkan Dagadu dapat mempresentasikan masalah kepariwisataan di Yogyakarta
·        Memiliki ciri khas yaitu lokalitas Yogyakarta yang dibalut dengan plesetan kata.
·        Ikon pariwisata Jogja
·        Sebelum memasuki kawasan toko pengunjung akan ditempeli sticker sebagai tanda masuk
·        Design yang unik dengan pilihan kata yang menarik
·        Hanya ada dua outlet di Bali sehingga memiliki kesan belum lengkap rasaya ke Bali kalau belum ke Joger
·        Tidak menerima pesanan dari konsuman(pesanan design)
·        Setiap konsumen dibatasi pembeliannya maksimal 12 pcs(kaos)
·        Sulit ditemukan produk palsu namun produk imitasinya lumayan banyak
·         
Kegiatan sosial
Pedilu (Pemilihan Desain Dagadu Tema Pemilu)
Bakso Garing (Bakti Sosial Tiga Piring)
  
by : Putri Nurul Khasanah/397133/Ilmu Ekonomi UGM